Home / Berita Umum / Benarkah PLTA Tidak Menganggu Habitan Orang Utan

Benarkah PLTA Tidak Menganggu Habitan Orang Utan

Benarkah PLTA Tidak Menganggu Habitan Orang Utan – PT. NHSE yang bangun PLTA di ekosistem Batang Toru mengakui mempunyai program konservasi orangutan Tapanuli. Tetapi Walhi menilainya perusahaan tidak berhasil mengerti ancaman pembangunan pada keutuhan ruangan hidup satwa lokal
Apakah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air di lembah Sungai Batang Toru meneror habitat orangutan Tapanuli? PT. North Sumatera Hydro Energy (NHSE) yang tengah bangun bendungan di lokasi lindung itu mengklaim demikian sebaliknya.

Kehadiran PLTA Batang Toru awalannya sudah sempat mengambil alih perhatian praktisi lingkungan menyusul penemuan spesies orangutan Tapanuli 2017 yang lalu yang secara langsung dinyatakan terancam punah karena jumlahnya populasinya yang tidak lebih dari 800 individu. Tetapi bila mengacu pada klaim PT. NHSE, kehadiran PLTA malah akan beresiko positif.

” Keberhasilan pembangkitan listrik PLTA begitu di pengaruhi keberlanjutan ekosistem, ” catat Myrna Soeryo dari A+ PR Consultant yang mewakili NHSE. ” Kebijakan perusahaan begitu mementingkan kelestarian ekosistem didalam serta di seputar tempat project PLTA Batang Toru, ” paparnya lagi. Terutama menurut dia luasan project PLTA tidak lebih dari 0, 46% dari luas rimba Batang Toru serta akan mengecil pada saat PLTA dioperasikan.

Selanjutnya Myrna mengklaim project PLTA adalah sisi dari program kelistrikan nasional. Pihak perusahaan juga ” mensupport perumusan serta penetapan kebijakan pemerintah tentang pengelolaan ekosistem Batangtoru dengan cara terpadu, pastinya dengan memerhatikan habitat Orangutan Tapanuli. “

Klaim itu adalah sisi dari hak jawab yang dilayangkan PT. NHSE atas kabar berita Deutsche Welle, Penemuan Bayi kembar Orangutan Tapanuli soroti Ancaman Pembangunan PLTA. Karena itu pihak manajemen PT. NHSE mengutus perusahaan marketing asal Jakarta, A+, untuk meluruskan laporan itu.

Tetapi klaim PT. NHSE berkaitan ide ramah lingkungan PLTA Batang Toru dibantah Wahana Lingkungan Hidup. Dana Tarigan, Direktur Eksekutif Walhi Sumatera Utara, menilainya pihak perusahaan ” salah ” bila memandang project itu tidak meneror orangutan Tapanuli.

” Mereka salah kaprah bila memandang dengan tidak buka rimba dengan cara luas, bermakna tidak merusak habitat orangutan. Mereka tidak faham jika pembangunan jalan membelah habitat orangutan di cagar alam Sibualbuali, ” katanya pada DW waktu menyikapi surat bantahan PT. NHSE. Bukan sekedar jalan, Walhi menilainya pembangunan Saluran Hawa Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) akan membelah habitat orangutan.

” Jadi orangutan ini akan binasa karena tidak dapat berhubungan dengan yang lain. Karena ruangan hidupnya makin sempit serta terisolasi, mereka akan kawin satu marga, pada akhirnya orangutan ini tak akan produktif. “

Kecemasan praktisi lingkungan bukanlah tidak diperhitungkan pihak perusahaan. Dalam surat bantahannya, PT. NHSE menyampaikan tengah merajut kerja sama dengan Institut Pertanian Bogor serta Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumut untuk meningkatkan project riset serta konservasi orangutan. Pengelola PLTA juga punya niat bangun stasiun info konservasi bernama ” House of Pongo Tapanuli. “

Tetapi Walhi masih bergerak. Terpenting program relokasi orangutan yang dikerjakan PT. NHSE waktu pembukaan tempat dinilai menanggalkan klaim perusahaan dengan sendirinya. ” Bila mereka katakan tidak mengisolasi, mengapa mereka menggerakkan program pengusiran orangutan dari habitatnya, atau relokasi ke habitat yang lebih luas? Mereka mengusir dengan bunyi-bunyian serta nada tembakan. Mereka lupa jika orangutan tidak dapat geser. “

Listrik Untuk Siapa?

Pembangunan PLTA Batang Toru diawali semenjak 2017 yang lalu serta baru akan selesai pada 2022. Dengan cara tehnis, pembangkit yang kelak akan mempunyai kemampuan produksi sebesar 510 MW/tahun ini dibuat menjadi pemikul beban puncak listrik serta cuma akan beroperasi waktu berlangsung puncak keperluan listrik.

Keperluan pada pembangkit baru di pastikan berdasar pada proyeksi keperluan listrik di hari esok. Karena sekarang ini PLN memberikan laporan keadaan kelistrikan di Sumatera Utara tengah alami surplus dengan cadangan daya sampai 20% dari keadaan beban puncak. Terutama tahun lantas pemerintah baru resmikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Sarulla yang memiliki keseluruhan 110 Mega Watt serta diklaim menjadi salah satunya PLTPB terbesar didunia.

PLTPB Sarulla berjarak tidak lebih dari 100 km. dari tempat pembangunan PLTA.

Karenanya Walhi menilainya pembangunan PLTA Batang Toru berkaitan dengan kegiatan pertambangan emas yang sekarang ini adalah salah satunya customer listrik paling besar di Tapanuli Selatan. Di lokasi itu suatu perusahaan asal Hong Kong, G-Resources, menjalankan tambang emas Martebe serta dilaporkan tengah berencana ekspansi.

Pasalnya Batang Toru menaruh cadangan emas dalam jumlahnya besar. Pengeboran dangkal yang dikerjakan G-Resources membuka tujuh titik cebakan dengan keseluruhan cadangan yang ditaksir sampai 7, 86 juta ounce emas serta 73, 48 juta ounce perak. Sekarang ini PT Agincourt Resources yang mengurus tambang Martabe di Batang Toru terdaftar menjadi pelanggan premium PLN dengan dengan keseluruhan kemampuan 30, 1 MVA.

Waktu dihubungi, Jaringan Advokasi Tambang, JATAM, belumlah dapat pastikan ada gagasan ekspansi tambang emas di Batang Toru. Tetapi demikian Walhi masih yakini menambahkan kemampuan produksi listrik terkait dengan potensi pertambangan yang berada di sana. ” Pendapat kita sekarang ini PLTA itu di bangun buat memfasilitasi perusahaan tambang, ” pungkas Dana.

About admin